Jumat, 23 Oktober 2009
Albert Einstein, tak salah lagi, seorang ilmuwan terhebat abad ke-20. Cendekiawan tak ada tandingannya sepanjang jaman. Termasuk karena teori "relativitas"-nya. Sebenarnya teori ini merupakan dua teori yang bertautan satu sama lain: teori khusus "relativitas" yang dirumuskannya tahun 1905 dan teori umum "relativitas" yang dirumuskannya tahun 1915, lebih terkenal dengan hukum gaya berat Einstein. Kedua teori ini teramat rumitnya, karena itu bukan tempatnya di sini menjelaskan sebagaimana adanya, namun uraian ala kadarnya tentang soal relativitas khusus ada disinggung sedikit. Pepatah bilang, "semuanya adalah relatif." Teori Einstein bukanlah sekedar mengunyah-ngunyah ungkapan yang nyaris menjemukan itu. Yang dimaksudkannya adalah suatu pendapat matematik yang pasti tentang kaidah-kaidah ilmiah yang sebetulnya relatif. Hakikatnya, penilaian subyektif terhadap waktu dan ruang tergantung pada si penganut. Sebelum Einstein, umumnya orang senantiasa percaya bahwa dibalik kesan subyektif terdapat ruang dan waktu yang absolut yang bisa diukur dengan peralatan secara obyektif. Teori Einstein menjungkir-balikkan secara revolusioner pemikiran ilmiah dengan cara menolak adanya sang waktu yang absolut. Contoh berikut ini dapat menggambarkan betapa radikal teorinya, betapa tegasnya dia merombak pendapat kita tentang ruang dan waktu.
Bayangkanlah sebuah pesawat ruang angkasa --sebutlah namanya X--meluncur laju menjauhi bumi dengan kecepatan 100.000 kilometer per detik. Kecepatan diukur oleh pengamat, baik yang berada di pesawat ruang angkasa X maupun di bumi, dan pengukuran mereka bersamaan. Sementara itu, sebuah pesawat ruang angkasa lain yang bernama Y meluncur laju pada arah yang sama dengan pesawat ruang angkasa X tetapi dengan kecepatan yang berlebih. Apabila pengamat di bumi mengukur kecepatan pesawat ruang angkasa Y, mereka mengetahui bahwa pesawat itu melaju menjauhi bumi pada kecepatan 180.000 kilometer per detik. Pengamat di atas pesawat ruang angkasa Y akan berkesimpulan serupa.
Nah, karena kedua pesawat ruang angkasa itu melaju pada arah yang bersamaan, akan tampak bahwa beda kecepatan antara kedua pesawat itu 80.000 kilometer per detik dan pesawat yang lebih cepat tak bisa tidak akan bergerak menjauhi pesawat yang lebih lambat pada kadar kecepatan ini.
Tetapi, teori Einstein memperhitungkan, jika pengamatan dilakukan dari kedua pesawat ruang angkasa, mereka akan bersepakat bahwa jarak antara keduanya bertambah pada tingkat ukuran 100.000 kilometer per detik, bukannya 80.000 kilometer per detik.
Kelihatannya hal ini mustahil. Kelihatannya seperti olok-olok. Pembaca menduga seakan ada bau-bau tipu. Menduga jangan-jangan ada perincian yang disembunyikan. Padahal, sama sekali tidak! Hasil ini tidak ada hubungannya dengan tenaga yang digunakan untuk mendorong mereka.
Tak ada keliru pengamatan. Walhasil, tak ada apa pun yang kurang, alat rusak atau kabel melintir. Mulus, polos, tak mengecoh. Menurut Einstein, hasil kesimpulan yang tersebut di atas tadi semata-mata sebagai akibat dari sifat dasar alamiah ruang dan waktu yang sudah bisa diperhitungkan lewat rumus ihwal komposisi kecepatannya.
Tampaknya merupakan kedahsyatan teoritis, dan memang bertahun-tahun orang menjauhi "teori relativitas" bagaikan menjauhi hipotesa "menara gading," seolah-olah teori itu tak punya arti penting samasekali. Tak seorang pun --tentu saja tidak-- membuat kekeliruan hingga tahun 1945 tatkala bom atom menyapu Hiroshima dan Nagasaki. Salah satu kesimpulan "teori relativitas" Einstein adalah benda dan energi berada dalam arti yang berimbangan dan hubungan antara keduanya dirumuskan sebagai E = mc2. E menunjukkan energi dan m menunjukkan massa benda, sedangkan c merupakan kecepatan cahaya. Nah, karena c adalah sama dengan 180.000 kilometer per detik (artinya merupakan jumlah angka amat besar) dengan sendirinya c2 (yang artinya c x c) karuan saja tak tepermanai besar jumlahnya. Dengan demikian berarti, meskipun pengubahan sebagian kecil dari benda mampu mengeluarkan jumlah energi luar biasa besarnya.
Orang karuan saja tak bakal bisa membikin sebuah bom atom atau pusat tenaga nuklir semata-mata berpegang pada rumus E = mc2. Haruslah dikaji pula dalam-dalam, banyak orang memainkan peranan penting dalam proses pembangkitan energi atom. Namun, bagaimanapun juga, sumbangan pikiran Einstein tidaklah meragukan lagi. Tak ada yang cekcok dalam soal ini. Lebih jauh dari itu, tak lain dari Einstein orangnya yang menulis surat kepada Presiden Roosevelt di tahun 1939, menunjukkan terbukanya kemungkinan membikin senjata atom dan sekaligus menekankan arti penting bagi Amerika Serikat selekas-lekasnya membikin senjata itu sebelum didahului Jerman. Gagasan itulah kemudian mewujudkan "Proyek Manhattan" yang akhirnya bisa menciptakan bom atom pertama.
"Teori relativitas khusus" mengundang beda pendapat yang hangat, tetapi dalam satu segi semua sepakat, teori itu merupakan pemikiran yang paling meragukan yang pernah dirumuskan manusia. Tetapi, tiap orang ternyata terkecoh karena "teori relativitas umum" Einstein merupakan titik tolak pikiran lain bahwa pengaruh gaya berat bukanlah lantaran kekuatan fisik dalam makna yang biasa, melainkan akibat dari bentuk lengkung angkasa luar sendiri, suatu pendapat yang amat mencengangkan!
Bagaimana bisa orang mengukur bentuk lengkung ruang angkasa?
Einstein bukan sekedar mengembangkan secara teoritis, melainkan dituangkannya ke dalam rumusan matematik yang jernih dan jelas sehingga orang bisa melakukan ra
Rabu, 02 Juli 2008
AKhiR buKan yAng TeRakHiR
Yap buaT smW tMn2Q yanG kenaL aKu
Q cm mw paMit, Q mw keRja di KaLimanTan teNgah, samPit
doa'iN ya...
moGa aQ biSa cepeT suKses, biaR biSa tRaktir kaLian smW
Q cM pSen, jGa dRi kaLian Baek2
iNget sLalu yanG diatas
KareNa kuNci daRi sMw iTu aDalah ibadaH
Ok, jGn Lupa KunjuNgi bLogQ
meSki Nanti baKal jarang di Up- daTe
Thanx buaT sMw banTuannya sLama nE
Maaf kLo Q puNya saLah
aKhiR kata
WassaLamu'alaikum wR. Wb
Senin, 02 Juni 2008
FRiend....
To Be Effective People with Creative Thinking
Creative thinking is same meaning with using all thinking power for solving any problem suitable with condition and situation. Creative thinking is so needed on developing of brain. So, What are things that make our to think creative? On several ways, people always adjust when they have to think creative. Because not always creative thinking can be appear for short and exact time. So, setting is so needed for keep it.
First, we should know when and where we are standing. After we known about that, we have to know what the problem which we are being held. To suppose the reason which cause the problem is happened. When we found the reason as soon as we look for the problem completely. To usually, choose the best choices to solve all problem.
Second, to suitable the time when we are solving the problems. Because time sometimes shows successfully of problem solving. If we exact to choose the time, we will get the best conclusion.
Last, always minimize wrongs that produced by the problem. Always be carefull with consequences of problem and always learn from experience.
To think creative, we have to know several important thing. They are:
Ø Always positive thinking for solving the problem.
Ø To look for many alternatives of problem solving.
Ø Inovative thinking for producing good ideas.
Ø Appreciating all opinion all people.
Ø Don’t angry faster and keep our emotion.
Ø Complete shortages with overage that we have.
Ø Always believe your self and confident.
So, creative thinking isn’t too difficult to do. Overall people can do it. With creative thinking, we can live cleverer and more effective to reach the best successfull. But don’t forget, we must have a wish. Because it’s so important. Still remember ancient wise: Where there are wishes, there are ways.
Jumat, 23 Mei 2008
The Function of organization for teenagers
थे फुन्च्शन ऑफ़ ओर्गानिज़शन
If we talk about organization so we must know about young people or teenager. Because teenager is one of parts for routing the organization. Teenager has fresh thinking than old people. So teenager is the interesting part for routing it. The old of teenager aproximately 15 years old until 18 years old. Usually, they are in Senior High School. But not close possibility, teenager also don’t participate in it.
Organization is activity that has much function for repairing personality and action. Organization consist 2 interesting parts. They are:
I. Organizer
Organizer is people who route the organization. It consist of the leader, administrator, money organizer, and several organizer that help them.
II. Activity of organization
Activity of organization is someting that done by organizer. Activity is measurement for measuring the succesful urganization.
Organization has much functoin for teenagers. They are:
v Shaping the religion of teenagers
v Repairing personality
v Losing the scaried feeling
v Introducing with culture of organization
v Shaping action that not fine
v Etc.
I think it’s several function of organization for personality increasing. We must know about it right now. Because knowledge about it it so needed for over all people. Yap!!!
Kamis, 31 Januari 2008
it has fiNiSheD
Komersialisme
Dan sebuah erosi penyesalan menggerogoti segenap keyakinan yang ada…
Seorang gadis menyusuri gang-gang kotor untuk menemukan dimana tempat perlindungan bagi raga, dan suka-dukanya. Tubuhnya terasa habis dinjak-injak oleh seribu kaki diantara antre panjang di musim pembagian beras zakat. Kelemahan telah berjam-jam menyetubuhinya dengan kekelutan birahi manusia. Matanya tak segar lagi. Sisa nafas dan tenaga hanya membuatnya setengah kali aktivasi ’tuk terus lanjutkan perjalanan.
Sedang malam terasa membenci membencinya seperti sebuah garis kutukan. Angin malam tak henti-hentinya menampar kulit yang terasa semakin lesu. Malam benar-benar membencinya.
Setelah puluhan dan ratusan langkah terjejak dalam niatan untuk pulang, maka sang rumah telah menjemputnya. Dia memasuki rumahnya. Merebahkan tubuh lelahnya dikasur lapuk yang menua.
Pikirannya berkecamuk. Bahwa apa yang telah dilakukannya tadi adalah sarana transormasi menuju jalan hidup berikutnya. Walau dia tahu bahwa itu dosa. Namun itu siklus kehidupan baginya. Manusia takkan bertahan dibawah maupun diatas untuk selamanya. Sebuah hal yang faktual yang mesti manusia yakini.
Dia merasa getir setelah bersenag-senag diatas kekalahannya. Merasa sakit setelah melanggar garis final sebuah kecurangan. Maka dia kebingungan dalam detik awal perjalanan hidupnya. Mengapa harus memulai dan mengapa harus menjalani.
Kepalanya pusing memenuh. Rasanya masalah dan gugatan iman berulang kali menyebabkan penyusutan parameter otaknya. Sedangkan raga hanya bisa mengiyakan rencana hanya untuk mengisi perut yang kerontagn. Untuk meyulam lagi gurat-gurat usia untuk menyambung kehidupan. Jiwanya memekik keras.
Sakit!
Dia adalah hasil ekstrimisme dari siklus hidup yang tidak seimbang. Dia mungkin korban. Tetapi juga seorang pelaku. Memang begitulah hakikat manusia sebagai makhluk yang tidak bisa menerima. Suatu hal baik disatu sisi terlihta buruk dan begitu pula sebaliknya. Apakah koreksi dan instropeksi bisa menentukan jalan yang lebih baik, atau sebaliknya, menjerumuskan?
Dan dia memeng telah memutuskan itu...
Dia bangkit dari tidurnya yang sama sekali tidak membuatnyasemakin kuat. Dia menemui kaca yang sudah bosan memproyeksikan wajahnya. Mengapa harus bercermin? Bukankah dis audah tahu siapa dirinya? Kerutan didahi membuatnya terlihat makin ta, padahal dia masih muda. Karena kompleksitas hiduplah yang membuatnya begini sekarang. Bila sebuah gerbang mempertemukan antara kerelaan dan tidak kerelaan hidup, maka manusia sungguh dalam kebingungan. Apakah keikhlasan merupakan hal utam yang menentukan sebuah kebahagiaan? Apakah rela selalu bersifat positif dan menghadirkan kesengngan mutlak tanpa merugikan diri sendiri?
Dia diam memandangi wajahnyasendiri. Apa kira-kira yang terbesit dalam pikirannya yang sedang kacau sekarang? Kecantikannya? Sepertinya tidak.! Terlihat bola mata yang lelah, yang memancarkan sinar semu tanda lemahnya hidup. Kekecewaan yang justru terbayang olehnya sekarang. Mengapa dia harus melakukannya? Tidakkah iytu dosa? Namu jawaban itu terlalu retoris. Sama seperti sebuah pertanyaan: Apakah seorang pelacur pernah membayangkan kalau dirinya nanti akan menjadi seorang pelacur?
~ Aku seorang pelacur ~
Dia menyentuh pipinya lalu mengambil sapu tangan didalam tas kecilnya. Dia menghapus warna fantasi yang ada di mukanya. Dia teringat wajahnya dulu ketika masih kecil. Rasa rindunya pada hidupnya yang dulu memang harus tersampuli tebal oleh paksaan kehidupan. Sama seperti pertanyaan tadi bahwa ketika dia kecil dia tak pernah mengira kalu dai akan menjadi seorang pelacur ketika dewas. Atau itu sebuah kebetulan?
Senin, 12 November 2007
HuMaN, LoVe, `n MoNey in thiS LivE
Proses kehidupan manusia, menurutku dibagi dalam 3 hal penting. Hal tersebut mempengaruhi hidup manusia di berbagai kala waktu dan kondisi. Berikut akan dijelaskan mengenai hal-hal tersebut.
Yang pertama manusia seakan dikontrol oleh manusia lain. Yang seperti kita tahu, kita hidup dipimpin oleh seorang manusia. Dalam perwujudannya kita dapat ambil contoh: Suatu kelas di sekolah dasar di pimpin oleh ketua kelas; sebuah keluarga dipimpin oleh Ayah; sebuah Negara dipimpin oleh seorang Presiden atau Raja. Hal ini sebenarnya membawa dampak positif agar manusia bisa diatur. Namun dalam kenyataannya justru hal ini diselewengkan. Manusia yang “ditaktor” cenderung menguasai lingkup seseorang atau bahkan koloni manusia. Jadi sudah seharusnya manusia memilih seorang pemimpin yang bias mengatur sesuai kondisi dan mampu mengerti kaeadaan fisik maupun batin dari manusia yang dipimpin.
Kedua adalah cinta. Pernahkah kamu merasakan dikuasai atau menguasai cinta? Ya, memang benar cinta juga melingkupi hidup manusia. Cinta sendiri diartikan sebagai perasaan timbal balik antara sesame jenis( kasih saying, ex:perasaan cinta antar ayah dan anak.) dan berbeda jenis (the real of love). Cinta terkadang membuat seseorang menjadi tak terkontrol. Namun tak menutup kemungkinan kalau cinta justru mengontrol seseorang. Kalau sudah begini apa bedanya antara pernyataan pertama dan pernyataan ini. Sering kali cinta dihubungkan dengan nafsu. Biasanya penyandang gelar pecinta nafsu adalah kaum laki-laki. Hal ini disebabkan oleh kaum pria yang memiliki sikap terbuka, bebas, tak mau menutupi kekurangan. Namun yang lebih penting bukanlah kita kaum laki-laki atau bukan, tetapi bagaimana cara kita menyinkronkan antara cinta dan nafsu agar kita tidak terjerumus diantara keduanya.
Hal ketiga dan paling menarik adalah uang.
Yang jelas dalam kehidupan kitaini kita harus bisa menyeimbangkan ketiganya. Kita tak bisa hidup tanpa seseorang. Kita tak bias hidup tanpa cinta. Dan kita tak bias hidup tanpa uang. Yang terakhir… good luck!!! Buat hidup kamu-kamu.
Rabu, 31 Oktober 2007
3Rd cErpeNQ
Melati Kuncup
Pawestri Sukma Ajining Jagad, yang lebih akrab dipanggil Sukma, merupakan kepingan cerita yang hampir dilupakan orang di desaku. Pelosok timur Jawa Tengah. Waktu itu suasananya masih tradisional. Masih memegang adat-adat Jawa. Kadang masyarakat sedesa lebih percaya pada dukun daripada Tuhan karena desa ini tak lagi terjamah oleh orang luar. Suasananya masih magis. Penerangannya masih menggunakan lampu teplok. Jalanan masih berupa tanah berbatu yang belum diaspal.
Kala itu, Sukma mengantar bakul nasi dan kendi yang berisi air putih untuk ayah dan ibunya di sawah, sekitar jam empat sore.
Di sawah, ayah dan ibunya masih sibuk menggarap sawah. Jadi dia meletakkan bakul nasi dan kendi air tadi di pinggir sawah dekat jalanan. Sukms membantu ibunya menanam benihnpadi, sedangkan ayahnya sedang membajak sawah dengan dua ekor kerbaunya. Akhirnya pekerjaan itu pun selesai. Cukup sore, sekitar jam
Sial! Nasi yang dibawa Sukma hilang beserta bakul dan kendi airnya. Tetapi dia melihat sisa-sisa nasi yang berjatuhan menuju ke hutan belantara. Dia memberanikan diri untuk masuk ke hutan itu. Padahal ada larangan bagi seorang gadis perawan untuk memasuki hutan itu.
Dia masih berjalan mengikuti sisa nasi yang berjatuhan. Dia tersesat di sana dan kebingungan. Dia berlari ke arah utara pusat hutan. Apa yang terjadi? Sukma menemukan bakul nasi di atas ranting pohon beringin besar yang menggelantung. Sukma memberanikan diri untuk mengambil bakul nasi itu. Sukma mencoba untuk meraihnya. Namun tiba-tiba sesosok makhluk hitam tinggi besar, bermata merah dan berbulu lebat muncul, lalu...
Sementar itu, orangtua Sukma cemas, bingung, dan stres. Ibunya tak berhenti memanggil nama Sukma. Orang desa berbondong-bondong membawa obor dan lampu teplok. Mencari Sukma bersama-sama.
Sampai tengah malam Sukma belum ditemukan. Angin yang berhembus dari pohon-pohon bambu yang terus bersuara, begitu dingin dan membuat bulu kuduk berdiri. Langit makin kelam. Bintang sudah ditutupi awan hitam. Tak ada cahaya yang bersinar. Hanya lampu teplok dan obor yang dibawa oleh warga.
Warga desa sudah lelah. Tak ada cara lain. Dukun? Iya benar. Itu yang jadi tujuan warga desa. Lalu berbondong-bondonglah warga desa ke gubuk dukun yang bernama Mbah Respati itu. Kemudian kepala desa pun turun tangan. Dia akhirnya menemui Mbah Respati.
”Mbah... Simbah, nyuwun...,” Belum selesai Kepala Desa itu berbicara tiba-tiba dukun itu menyemburkan air bunga dari mulutnya. Sekeliling ruangan itu keluar asap yang berbau busuk. Hal ini membuat warga ketakutan dan lari tunggang langgang kembali ke desa. Namun saat di tengah jalan, mereka menemukan Sukma di dekat sumur tua tak terawat yang sudah kering. Disekujur tubuh Sukma dililiti bunga melati kuncup. Di kepala, sekitar telinga, sampai di pergelangan kaki. Bunga-bunga yang meliliti tubuh Sukma membentuk pola seperti baju. Bunga itu menimbulkan bau wangi yang menyengat.
Esok paginya Sukma tersadar. Di hanya diam. Tak berbicara sepatah kata pun. Dia hanyaberdiam diri di rumah. Tanpa makan dan minum. Bila saat, malam tiba, Sukma tertidur dengan tangan dan kaki yang dirpatkan serta dengan bibir yang tersenyum lebar.
Keanehan ini terus terjadi berhari-hari. Bunga melati kuncup itu tak kunjung lepas dan mengering dari tubuhnya. Hingga pada hari ke sembilan setelah Sukma ditemukan, dia mulai berbicara. Keluar rumah dan tertawa seenaknya. Kadang berdiam diri di ayunan dekat rumahnya. Snyum-senyum sendirian seperti orang gila.
Kemudian ada hal aneh yang terjadi. Supri, tetagga Sukma mati dengan kondisi tubuh terbakar. Menurut saksi yang melihat, Supri kemarin malam berjalan-jalan dengan Sukma.
Keesokan harinya, Sukma pergi dari rumah. Pergi ke ujung desa untuk sekedar bermain. Dia tertawa terbahak-bahak pergi ke lumbung padi untuk menemui para lelaki yang memisahkan padi dari tangkainya.
Sukma membuat perhatian. Dia berteriak minta tolong. Lalu para leleki tadi mendatanginya. Entah kenapa dengan satu kedipan mata Sukma, lelaki itu langsung tersangkut hatinya pada Sukma. Laki-laki itu terlalu bernafsu seperti kerasukan setan. Matanya merah. Air liur menetes seperti anjing yang kehausan. Para lelaki itu mencoba menggerayangi tubuh Sukma. Namun belum sempat mereka menyentuh Sukma, tubuh mereka kepanasan. Gelisah lari sana-sini hendak mencari air. Mereka pun menemukan air dan segera menyiramkan air pada tubuh mereka. Secara cepat dan tak kasat mata, tubuh lelaki itu jadi hitam habis hangus terbakar.
”Ayo pasung Sukma! Ayo pasung Sukma!” kata para warga sambil mengepung rumah Sukma.
”Wonten punapa niki, Bapak Ibu,” teriak ibu Sukma yang ketakutan.
”Anakmu wis edan, patute dipasung wae, wis gawe rusuh warga sak desa,” kata salah seorang warga.
”Pak... Bapak... Piye iki Pak!” kata ibu Sukma pada suaminya.
Serentak warga desa berteriak-teriak pada orang tua Sukma untuk segera membawa Sukma keluar tetapi orangtua Sukma tidak mau melakukannya. Terpaksa dua dari warga desa mengambil paksa si Sukma. Sukma berteriak keras, “Bumi gonjang-ganjing! Bumi gonjang-ganjing!”.
Sukam lalu diseret ke Balai Desa dan siap untuk dipasung. Sukma hanya terdiam sambil melotot matanya. Dua lelaki tadi akhirnya merantai tangan Sukma dan memasung kakinya. Namun tiba-tiba petir bergelegar seketika hujan deras sekali dan dua orang yang memasung Sukma tadi mati di tempat. Air dingin mengguyur desa. Daun-daun pohon bergejolak kesana-kemari cemas merasakan hujan yang yang belum pernah turun seperti ini. Awan gelap seluruhnya melingkupi lokasi desa. Bau kemagisan makin tercium.
Setelah peristiwa itu, tak ada lagi orang yang mendekati Sukma. Dia tidak makan, tidak pula minum. Dia tetap hidup tetapi terlihat lemas. Mayat dua orang yang memasung Sukma tidak ada yang mengambil. Membusuk dan mengering di pasungan Sukma.
Tepat setelah empat puluh hari Sukma dipasung, bunga melati yang meliliti tubuhnya mekar dan seketika Sukma mati. Tak ada sebab. Jika ada, pasti karena Sukma tidak makan dan minum. Atau ada alasan lain?
Ibu Sukma pasrah dengan keadaan Sukma. Begitu pula ayahnya. Ibu Sukma stres. Ayah Sukma akhirnya membawa istrinya ke kota besar dan meninggalkan pedesaan yang dikutuk itu.
Banyak hal aneh terjadi setelah kematian Sukma. Bial ada yang melewati tempat pasungan Sukma maka dia akan mati, maksimal jika hidup dia gila. Sekeliling pasungan Sukma ditumbuhi rumput kering. Rumput kering yang terus tumbuh meninggi. Tempat pasungan itu tampak lama dan usang dengan kondisi kerangkeng besi yang dipenuhi sarang laba-laba.
Sebulan, dua bulan setelah tewasnya Sukma, banyak warga yang sering melihat dukun desa itu mendatangi pasungan Sukma. Ya, Mbah Respati. Dia sering datang saat malam Jumat Kliwon. Membawa sesaji, dupa, dan persembahan yang lain. Aneh, setiap orang yang melewati pasungan Sukma pasti mati, tetapi mengapa Mbah Respati tidak?
Kepala Desa akhirnya mengambil keputusan untuk menyeret Mbah Respati ke Balai Desa untuk mengambil jasad Sukma. Mbah Respati tak berdaya. Ilmu hitam yang ia punya tiba-tiba tak berguna. Dia berteriak-teriak, ”Genderuwo setan alas! Kowe wis lali karo aku!”. kekuatan dukun itu sepertinya telah musnah., dimusnahkan oleh setan peliharaannya itu.
Sampailah para warga desa di pasungan Sukma tetapi hanya jarak lima meter mengingat apa yang akan terjadi bila terlalu dekat dengan pasungan Sukma. Warga makin berteriak pada dukun itu agar segera mengambil jasad Sukma.
Ternyata Mbah Respati sudah lama menaruh cinta pada Sukma. Melati kuncup itulah perantara yang membuat tiap lelaki yang mendekati Sukma mati terbakar. Puncaknya saat para warga memasung Sukma. Warga dianggap menghalang-halangi jalan Mbah Respati untuk menculik Sukma setelah mengguna-gunai Sukma. Kemudian sesaji yang diberikan pada pasungan Sukma itu dimaksudkan agar jasad Sukma tak membusuk. Dan genderuwo di hutan itu... itu juga siasat Mbah Respati.
Akhirnya Mbah Respati membuka pasungan Sukma. Kemudian secara tiba-tiba langit mendung sekali. Hitam pekat. Padahal ini masih tengah hari. Kelelawar penghuni hutan angker itu keluar. Terbang kesana kemari mengelilingi pasungan Sukma. Angin berhembus begitu kencangnya. Siang sepertinya telah berubah menjadi malam. Lalu saat dukun itu akan mengambil jasad Sukma, petir menyambar Mbah Respati dan tempat Sukma dipasung. Seketika tempat itu terbakar dan hujan turun dengan derasnya. Warga yang menyaksikan kejadian itu, basah kuyup dan gelisah. Yang tersisa setela hujan itu hanyalah abu basah, asap bau, dan bangkai kelelawar yang mati terpanggang di sana-sini. Jasad Sukma dan Mbah Repati tak ditemukan. Penduduk tercengan menyaksikan hal itu. Maka berakhirlah cerita Sukma dan dukun itu.
Seminggu kemudian, ayah dan ibu Sukma kembali ke desa itu. Membawa sesuatu yang sudah lama dilupakan oleh warga yaitu agama. Warga sadar bahwa seharusnya mereka lebih mendekatkan diri dan memohon bantuan pada Tuhan bukannya pada dukun. Sejak kejadian itu dan kedatangan orangtua Sukma yang membawa agama, desa ini jadi lebih tenang dan tentram. Bau kemagisan telah tergantikan oleh suasana yang agamis. Hilang sudah trauma misteri yang ada.
Teringat kisah Sukma membuatku untuk berpikir lebih panjang. Melati kuncup itu ku anggap sebagai simbol keperawanan Sukma. Bahwa eksistansi dan kejayaan wanita terdapat pada status perawannya. Apabila kematian terjadi wanita perawan maka usai sudah jalan hidup dan terputuslah status keperawanannya, seperti melati kuncup yang mulai kembang, terbukti dengan jeranya Mbah Respati dalam usahanya untuk memiliki Sukma.
Itulah cerita Pawestri Sukma Ajining Jagad, yang katanya keberatan nama. Sukma hanya perantara. Justru kita sasaran utamanya. Biar kita bisa belajar dari kisah Sukma dan berusaha menjalani hidup denagn setegar mungkin. Tentunya tak pula pada Tuhan Yang Esa.
2nD cErpEnQ
Kilas Balik
Di taman sederhana yang…
Diguguri bunga-bunga indah
Terlihat kerumunan anak TK
Memakai seragam dengan rapi
Berwarna biru, kuning berdasi
Sungguh bahgia dan ceria
Anak-anak itu
Diwajahnya terlihat bias keluguan
Dan kepatuahn yang dibatasi
Namun aku tak bisa merasakannya
Aku mati di usia dini
Karena takdir yang menyeluruhi
Kini…
Yang tertinggal hanya…
Foto-foto hitam putih yang…
Dan kamar kecil penuh nostalgia
Seta hasta karya
Yang ku but dulu
Menangis meratapi
Kepergianku…
Ya. Roh. Arwah. Yang jelas jiwa orang yang telah meninggal. Aku tak mau disebut sebagai setan karena ku anggap setan itu makhluk yang dikutuk Tuhan. Sedangkan aku… makhluk yang mati karena kemalangan. Mati dalam keterpaksaan. Tak ada alur hidup yang bisa ku lalui lagi.
Aku punya ayah dan ibu. Tetapi tak punya adik atau kakak. Anak tunggal. Menurutku, aku tak nyaman menjadi anak sulung sekaligus anak bungsu. Yang pasti, aku harus meyakinkan orangtuaku kalau aku bukan anak yang tidak diharapkan. Harus membuktikan kalau aku hebat dan berdaya.
Dimanja? Iya dan memang. Aku dimanja oleh orangtuaku. Namun efeknya besar. Aku harus menuruti segala perintah orangtuaku. Meski kadang aku menikmati benar setiap detiknya. Dibelikan mainan banyak saat umurku masih tiga tahun. Makan kembang gula tanpa bayar. Dibelikan ribuan kardus susu dan masih banyak lagi lainnya. Kenikamatan yang ku rasa. Bahagia duniawi sebutannya. Akan tetapi seperti yang ku katakan tadi, aku jadi sangat patuh pada orangtuaku. Patuh, itu hal yang ku benci.
Umur? Jangan tanyakan tentang umur. Ku rasa nanti saja aku menceritakannya. Toh, ceritaku ini belum usai.
Satu hal yang tak bisa aku terima. Kematian ibuku. Padahal saat itu, aku sangat ingin bercerita banyak pada ibu. Cerita tentang pengalamanku hari ini. Tentang teman-temanku yang berkelahi di lapangan sepakbola. Cerita mengenai rasa iriku pada temanku yang dibelikan layangan baru. Saat itu juga aku menginginkan pelukan hangat dari ibu. Pukulan sayang dipantatku dan menyuruhku agar lekas mandi. Namun dihari inilah, harus ku usaikan ceritaku pada ibu untuk selama-selamanya.
Ketika itu disaat minggu terakhir kehidupan ibuku. Beliau terbaring lesu diranjang tua sendirian. Tanpa suami yang menemani. Jika kau katakan ayah maka benar. Dia yang menyebabkan ibu meninggal. Yang menyebabkan ibu sakit keras. Entah kenapa sejak ibu sakit keras ayah menjadi pemarah. Ayah merampas uang yang telah didapat ibu dari hasil mencuci cucian tetangga seharian. Mencuri tabungan ibu untuk sekolahku nanti. Dan yang tak akan kau percaya, ayah menjual mas kawin ibu dan kepunyaannya. Buta dan tak mengenal belas kasihan itulah ayahku.
Saat-saat terakhir yang tak ingin ku nantikan pun terjadi. Ibu meninggal setelah ditendang ayah, gara-gara ibu mempertahankan uang kerjanya hari ini. Masih ku ingat kata-kata ibu bahwa aku harus tetap berbakti dan patuh pada ayahku.
Mulai saat itu, kantong mataku terlihat begitu jelas. Sampai-sampai mataku bengkak karena tak kuat menahan air mata. Badanku jadi lesu. Tak bergairah lagi buat bermain petak umpet dengan teman-teman. Tak ada lagi waktu untuk bermain sepak bola. Melihat teman-temanku berkelahi. Waktuku hanya habis untuk menangis. Sebentar-sebentar menangis, mengantuk lalu tertidur. Kemudian beberapa menit menangis lagi. Semua arah hidupku sudah selesai agaknya.
Ternyata tidak! Belum usai! Ayahku semakin memperlakukanku dengan semena-mena. Ku harus makan nasi basi dengan lauk
Pernah pula ku jumpai ayahku membawa wanita cantik yng belum pernah ku kenal sebelumnya. Masuk kamar dan aku tak tahu lagi apa yang terjadi di dalam. Yang ku dengar hanya suara berisik yang dihasilkan oleh dua makhluk itu. Hal ini sering terjadi. Aku tak tahu apa yang mereka perbuat. Tahu-tahu esok pagi kamar ayahku sudah kosong. Yang tersisa hanya botol-botol yang berbau keras.
Semenjak kepergian ibuku tak ada lagi yang peduli padaku. Tetangga? Jangankan tetangga, kerabat dekat pun tak ada yang mau menyentuhku. Mengingat siapa ayahku. Preman. Penjahat. Dan kata-kata kotor lainnya. Pernah dulu ada orang yang ingin menjadikanku anak angkatnya. Namun jelas-jelas ku tolak dan aku garis bawahi. Dia hanya akan memungutku bila sudah tak ada lagi ayahku. Tak ku harapkan bantuan dari seseorang yang seperti itu. Bantuan tanpa keikhlasan. Memalukan!
Keberanian. Itulah yang harus ku tanamkan sejak dulu. Melawan ayahku. Berani membentak bila aku dipukuli. Namun setelah ku pikir-pikir, itu adalah hal yang mustahil. Itu konsekuensi dari ilmu manja yang di berikan oleh orangtuaku. Aku jadi tak berani melawan ayahku. Lebih-lebih mengingat apa yang disampaikan oleh almarhumah ibuku. Aku akan tetap diam. Tak melawan. Patuh. Seperti orang bodoh.
Tak bisa terelakkan lagi, ketika ayahku marah pada wanita yang tak mau diajaknya berkencan. Aku, anak laki-laki yang tak berdaya dipukuli hingga pingsan. Setelah aku tersadar, aku menemui duburku yang berdarah dan rasanya begitu perih. Itu adalah hal yang tak bisa ku terima.
Aku tak tahu dengan apa yang terjadi pada alat pengeluaranku ini. Perih, seperti luka gores yang menganga. Jalanku sudah tidak setegak dulu. Kaki kiriku terpaksa pincang karena menahan rasa sakit. Apalagi saat aku buang air besar. Aku meski merasakan rasa sakit seperti luka baru yang digarami. Bukan tinja yang keluar dari duburku tetapi darah dan kulit kering yang terkelupas. Begitu perih ku rasakan. Begitu pula hatiku yang ikut merana merasakan penderitaan hidupku. Ibulah yang ku ingat saat aku sedih. Beliau sosok wanita penuh rasa sayang. Kasihnya selam ini tak tergantikan oleh apa pun.
Pusat ketragisan yang aku rasakan pun tiba disaat umurku masih
Ayahku marah-marah tak jelas alasannya. Aku diseret dari pintu depan rumah menuju kamar. Aku takut. Mata ayahku memerah. Dia beringas. Aku dipaksa untuk berbaring di tempat tidur dengan posisi badan tertelungkup. Aku berteriak-teriak karena ketakutan. Tetapi dengan segera ayahku melepas pakaiannya dan menyumbat mulutku dengan baju tadi. Tangan ayahku yang kuat memegang tanganku yang lemah dan tak berdaya. Tak ada lagi pemberontakan yang bisa aku lakukan. Aku sudah lemah. Puncaknya saat celanaku terbuka. Sakit! Sakit rasanya. Aku tak bisa bernafas lagi. Aku ketakutan dan kesakitan. Bola mataku melotot menahan rasa sakit. Sodomi. Kata yang baru tadi pagi ku dengar di Televisi tetanggaku. Aku tak berdaya lagi. Aku hanya bisa pasrah mendapat perlakuan itu. Aku menyerah. Akhirnya aku memisahkan jiwa dengan ragaku. Aku mati ditangan ayah.
Aku sedih. Ku kira setelah aku mati, aku akan bertemu ibu. Tetapi tidak, justru aku semakin bingung hidup di alam ini. Semua usahaku untuk menjalani hidup selama ini tak ada gunanya.
Namun waktu mau menjawab. Aku tertawa terbahak-bahak ketika melihat ayahku dipenjara karena kematianku. Merana di
Kepuasan dunia yang diberikan kepadaku ternyata tak berhenti sampai disitu saja. Kegiranganku mencapai titik tertinggi saat ayahku meninggal dunia karena ditikam perutnya dengan pisau oleh salah seorang narapidana di penjara itu. Aku begitu senang. Lebih-lebih saat ku lihat pekuburan ayahku kotor tak terawat dan tak ada bunga yang bertebaran di atas makamnya. Sudah dilaknat manusia. Sudah dilupakan manusia. Aku durhaka? Tidak! Bukankah ayahku yang harusnya dicap durhaka dan mendapat dosa besar karena tak bisa menjadi ayah yang baik? Yang membunuh darah dagingnya sendiri hanya karena alasan kepuasan nafsu diri.
Usai. Puas. Adil. Itulah yang ku rasakan. Namun kekecewaanku makin menjadi ketika aku membayangkan lagi masa kecilku yang belum sempat belajar mengeja Bahasa Indonesia dan berhitung bilangan matematika. Mematikan rantai kehidupanku dan hancurlah semuanya.
Yang tersisa hanya kenangan. Kenangan di album usang yang sering ku bolak-balik untuk melihat foto masa hidupku. Kini, aku sendiri. Berteman mentari disaat siang dan berteman kunang-kunang kecil bercahaya disaat malam.
Umur? Usia? Sebenarnya aku tak mau menceritakannya, tetapi… baiklah. Jika aku lahir ditahun 1990 dan meninggal tahun 1995, lalu… berapa umur jasadku dan umur rohku sekarang?
1st cErpEnQ
Makanan Bumi buat Ayah-Ibu di Surga
Sampai saat ini pun masih ku ingat pertanyaan dari wartawan itu. “Apa rahasia Anda, sehingga Anda bisa jadi koki yang terkenal seperti sekarang ini?”. Dan aku pun menjawab dengan jawaban umum yang sering kali dilontarkan oleh banyak orang. Aku menjawab bahwa keberhasilan itu harus diawali oleh kerja keras, terus belajar, dan berdoa. Ya, setidaknya jawaban itu memuaskan.
Sekarang aku sedang duduk di serambi belakang rumahku. Rumah tua yang ku tinggali sejak kecil. Sambil menikmati ribuan layang-layang macam warna menari-nari menghiasi cakrawala yang mulai menjingga karena tenggelamnya sang raja hari. Tentunya aku sangat menikmati hal ini sebab jarang sekali waktu memihakku untuk melakukan hal santai.
Teringat pertanyan tadi teringat pula aku akan jawabanku yang kurang tepat. Benar sekali jika aku mencoba untuk menutupi jawabanku. Sesungguhnya bukan itulah alasan yang membuatku bisa sesukses sekarang ini. Meski aku agak ragu dengan jawaban yang sebenarnya. Namun aku mencoba untuk meyakininya bahwa ku rasa memang itulah motivator hidupku yang membuatku bisa jadi sesukses ini. Walau telah berulang kali aku menyangka bahwa kesuksesan itu tak akan datang pada anak yang masa kecilnya biasa-biasa saja.
Semua berawal dari kepergian ibuku. Ibu meninggal saat aku berumur delapan tahun. Semua kenangan indah yang terenda semasa ibu hidup, membayangi tiap langkahku dalam menjalani hidup. Saat itu aku depresi berat. Tak bisa menerima kenyataan kalau ibu telah tiada. Aku bersedih cukup lama. Sekitar tiga bulan aku diam terus-menerus dan suka menyendiri. Aku sungguh tak rela ditinggal pergi oleh ibu saat usiaku masih dini.
Hingga suatu ketika aku tersadar. Ku temukan seekor anak burung yang ditinggal mati oleh induknya. Anak burung itu terlihat bingung dan kesusahan. Hatiku pun ikut tergugah. Aku berencana merawatnya. Barangkali anak burung itu bisa hidup lebih baik jika ku rawat. Akhirnya aku putuskan, esok pagi aku akan mengambilnya.
Esoknya, aku tak menemukan apapun di balik sarang burung itu. Aku kebingungan. Aku menduga kalau anak burung itu pasti sudah mati kelaparan. Aku pun mulai respon. Ku cari bangkai anak burung itu di tanah di bawah sarangnya. Hasilnya nihil, tak ku temukan bangkai anak burung itu. Lalu aku mendengar kicauan kecil yang gemetar di atap rumahku. Seketika aku berlari mencari sumber suara dan ku temukan anak burung yang ku kira mati tadi sedang berkicau di atap rumahku. Sejak kejadian itu aku sadar bahwa semestinya aku tetap menjalani hidup walau ditinggal pergi oleh orang-orang yang kucintai, seperti anak burung tadi.
Hari-hariku mulai berubah. Aku mulai riang dengan apa yang akan aku hadapi. Baik itu suatu kebahagiaan maupun kesedihan. Agaknya mentari pagi bersinar lagi, menyinari tunas harapan baru dalam hidupku. Hingga ku rasakan jiwa semangat saat aku bermain, belajar, dan bekerja.
Yang namanya anak kecil tak luput dari kasih sayang orang tua. Aku kini tinggal sendirian tanpa adik atau kakak. Yang ada hanya ayah. Aku sangat menyayangi ayah. Beliau selalu menasihatiku dengan cara yang tepat sehingga tidak membuatku semakin terasa terkekang. Ayah adalah orang yang dermawan. Beliau sering membawaku ke panti asuhan untuk mengunjungi anak yatim piatu. Aku pun jadi sering ke
Rasanya kurang bila kebaikan ibu tak ku balas dengan apapun. Sebab ku rasa bahwa kasih ibu sungguh besar. Beliau sosok yang sangat ku sayangi. Maka aku pun berencana untuk membuatkan sesuatu untuk ibu.
Akhirnya imajinasiku mulai ikut bergabung dengan ide masa kanak-kanakku. Aku mencoba membuat kerajinan dari kayu. Barangkali ibu bisa menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Setelah ku coba ternyata hasilnya sangat jelek dan aku tak jadi memberikannya untuk ibu. Kemudian aku mencari jalan lain. Bagaimana jika dari tanah liat? Sepertinya tak mungkin karena ibu tak suka barang-barang dari tanah liat. Aku harus membuat apa?
Aku pun lantas berpikir ulang bahwa ibu telah tiada dan usahaku untuk membuat kerajinan dari kayu atau tanah liat adalah sia-sia. Aku jadi bersedih. Aku merasa berdosa jikalau tak bisa membalas kebikan ibu. Kemudian pikirku melayang. Makanan! Benar sekali. Aku yakin ibu berada di surga berkat kebaikan beliau. Ku piki ibu terlalu lama di surga dan selalu menikmati makanan yang enak. Jadi tak ada salahnya jika aku mempersembahkan makanan bumi buat ibu di surga.
Hari-hari berikutnya aku belajar memasak dan meminta ayah untuk mengajariku. Aku membuat nasi goreng untuk pertama kalinya untuk ibu. Aku meracik bumbunya sendiri. Memanaskan minyak dan menumis bumbu. Lalu memasukkan nasinya, aduk dan … jadilah nasi goreng buatan anak umur delapan tahun.
Aku lalu berlari ke samping rumah dan menemui tower pemancar yang sudah tidak digunakan lagi. Aku coba untuk menaikinya. Ya, aku bisa walau hanya beberapa meter saja. Aku memasang triplek seukuran setengah meter kali setengah meter di ruangan yang tak terpanjat untuk tempat makanan. Kemudian aku mengambil makanan yang ku buat tadi. Aku lega telah memberi ibu nasi goreng walau rasanya tak karuan.
Esok paginya ku temukan piring yang sudah kosong tanpa sisa. Aku senang sekali. Ibu pasti menyukai masakanku dan menghabiskannya. Ternyata ibu mendengar apa yang ku keluh kesahkan selama ini.
Hari demi hari aku melakukan hal itu. Menyiapkan sepagi mungkin makanan yang akan ku persembahkan untuk ibu biar pagi-pagi sekali ibu bisa makan tanpa menunggu lama. Kadang pula aku menyiapkan secangkir teh manis. Bila dapur sedang tidak ada gula, aku sering mengganti teh manis dengan air putih segar.
Suatu hari ku temukan makanan yang ku persembahkan untuk ibu tidak habis seluruhnya. Hanya sebagian dan hanya sedikit yang termakan. Aku pun mulai mencari penyebabnya. Mungkin aku menaruhnya terlalu siang. Tetapi tidak, kemarin aku menaruhnya jam enam pagi. Atau mungkin masakanku kurang enak. Aku lalu mencicipinya meski masakanku sudah basi dan ku rasakan kalau bumbunya masih terasa. Jadi tak mungkin kalau masakanku tidak enak.
Hari-hariku jadi sendu. Ibu tak mau lagi makan masakan buatanku. Ibu pasti marah sekali. Aku bingung, kira-kira apa yang membuat ibu tak mau makan masakanku. Saat itu usiaku sudah dua belas tahun dan tentunya waktuku untuk menyajikan makanan buat ibu terlalu lama … Itu dia! Waktu! Saat usiaku dua belas tahun berarti aku sudah empat tahun menyajikan makanan, itu berarti pula kalau usia ibu bertambah dan mungkin ibu sulit menjangkau makananku karena telah bertambah tua.
Akhirnya aku menaiki tower itu lagi. Melepas triplek yang pernah ku pasang di
Semeninggal ayahku, aku membuka warung makanan karena aku suka memasak gara-gara sering menyajikan makanan untuk ibu. Walau warung yang ku buka terlihat kecil-kecilan, warung yang ada di rumahku ini ramai didatangi pengunjung. Berbagai jenis masakan aku pelajari. Mulai dari masakan Jawa sampai masakan Cina. Mulai dari resep sederhana sampai resep terumit. Aku mempelajarinya dengan cara menyajikannya dahulu untuk ayah-ibu dan jika makanan itu habis itu berarti masakanku enak. Semuanya aku pelajari dengan sungguh-sungguh biar aku bisa melanjutkan hidup.
Warung yang ku buka itu lama-kelaman menjadi warung yang dikenali banyak masyarakat dan aku memutuskan untuk membuka warung yang lebih besar lagi, tentunya tempatnya masih tetap di rumahku.
Walau aku bekerja sedemikian sibuknya, aku tak pernah melupakan waktu untuk menyiapkan aneka masakan untuk ibu dan ayah. Setiap kali makanan itu tak habis, maka aku naikkan lagi tempat untuk menaruh makanan, ke bagian tower yang lebih tinggi. Jika aku menempatkan makanan itu sudah setinggi mungkin dan makananku tak juga habis, itu berarti masakanku kurang enak. Maka aku akan memperbaiki rasa masakanku dan mencoba untuk membuat resep terbaru agar ayah-ibu tak bosan dengan makanan yang aku buat.
Itulah hal yang sering ku lakukan hingga sekarang aku berusia 23 tahun. Aku terlihat masih muda untuk mendapat predikat koki terkenal. Aku tetap saja menyajikan makanan itu meski aku tahu kalau ayah-ibu tak benar-benar memakannya. Karena burung-burung dan binatang lain yang tinggal di dekat rumahkulah yang selalu memakannya. Tetapi aku yakin, burung-burung dan binatang lain itulah yang akan membawa masakanku ke surga untuk dipersembahkan untuk ayah dan ibu.
Pada akhirnya aku harus jujur. Bahwa aku sehebat sekarang ini bukan karena usaha dan sekolahku untuk belajar memasak tetapi untuk membuat masakan terbaik yang bisa dinikmati oleh ayah-ibu di surga tanpa menyisakannya sedikitpun.
mAkNa kEhiDuPan BuaT aQ
Sekarang giliran aku untuk mendevinisikan dan mendeskripsikan arti kehidupan. Menurutku hidup itu harus punya tujuan. Seseorang pasti ingin tujuan hidupnya terarah. Namun beberapa orang tidak berpikir demikian. Mereka cenderung asal-asalan menjalani hidup dan tentunya tak punya tujuan hidup. Biasanya orang yang tidak punya tujuan hidup memiliki latar belakang yang agak gelap. Mereka merasa terasingkan dari dunia nyata. Merasa tidak pernah dianggap ada. Lalu si orang-orang ini lari dari kenyataan . Mencari dunianya sendiri. Mereka mencari dunia maya padahal mereka hidup di dunia nyata. Oleh karena itu kita seharusnya tidak menjauhi saudara, teman, atau bahkan orang lain yang tidak kita kenal yang memiliki masalah seperti itu(hal ini ditandai dengan sikap seseorang yang cenderung suka diam, suka melamun, selalu merasa berontak/melawan, dan ciri-ciri lain yang menandakan kalu orang itu merasa tidak punya tujuan hidup). Seharusnya kita mendekati mereka. Mencoba memahami hati dan emosinya. Namun perlu di perhatikan, bahwa kita juga harus berhati-hati dalam pelaksanaan visi dan misi ini, karena bisa-bisa kita ikut terjun ke dalam dunia orang itu. Jadi ingat selalu pepatah bijak: koreksilah dirimu sebelim mengoreksi orang lain dan perbaiikilah dirimu sebelum memperbaiaki hidup orang lain.
Itu tadi masalah tujuan yang aku kemukakan. Sekarang aku akan bercerita masalah makna hidupku. Menurutku makna hidup bisa di bagi dalam beberapa bagian yang dimana tiap bagiannya masih di bagi per sub bagian. Jadi aku hanya akan menceritakan sebagian hal yang menurutku agak mengena dengan hidupku.
Makana pertama yang pernah aku adopsi didalam diriku adalah bahwa hidup itu memiliki makna sebagai proses pembelajaran dimanapun kita berada. Saat aku kecila aku sadar, o ternyata aku harus belajar sopan santun terhadap orangtua, harus belajar mengenal agama, dan belajar untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Terkadang kita tidak menyadari kalu makna hidup adalah untuk belajar sesuatu. Namun itu nyata dan patut untuk dipercayai.
Yang kedua, aku mendiskripsikan makna hidup sebagai proses untuk berubah secara fisik maupun batin. Ini aku pelajari saat aku remaja . Dimana aku benar-benar menyaksikan hal itu. Aku merasa tertransformasi menjadi seorang saksi bisu. Saat teman-temanku gencarnya kebingungan dengan perubahan fisiknya dan beberapa merasa frustrasi terhadap perubahan emosinya yang meledak-ledak. Saat itu aku juga merasakan perubahan fisik maupun emosi. Namun aku tak seheboh teman-temanku. Karena aku tahu sesuatu yang membuatku tidak terlalu rept terhadap masalah remaja, yaitu kontrol. Kita harus mengontrol emosi kita untuk menghadapi perubahan terhadap diri kita, baik itu berupa perubahan fisik maupun perubahan pola pikir.
Ketiga sudah pasti menuju ke arah kedewasaan. Salah jika aku mengungkapkan hal ini karena aku belum dewasa. Namun aku mencoba untuk tahu makana hidup orang dewasa. Orang dewasa memiliki makna hidup untuk benar-benar serius untuk menjalani hidup agar tidak merasa rugi, baik di dunia maupun akhirat
Keempat dan seterusnya??? No comment.
Itu tadi makna hidup buatku. Seseorang harus tahu bagaiman dia hidup, akan apa dia hidup, apa yang dia inginkan dari hidup. Agar segalanya terarah sesuai kepribadian tanpa meleset fdari kaidah norma dan agama.